Sabtu, 26 November 2016

NHW#6 BELAJAR MENJADI MANAJER KELUARGA HANDAL




BELAJAR MENJADI MANAJER KELUARGA HANDAL
oleh Nia Kurniawati
Sejak memutuskan menjadi Nyonya Ramadhan saya banyak belajar. Ketika lahir Razifa 11 tahun yang lalu saya pun memulai perjalanan saya sebagai seorang ibu. Trial and error, itulah yang saya alami. Tapi saya suka belajar termasuk belajar parenting sehingga sedikit demi sedikit saya bangun dari ketidaktahuan saya.  Saya suka kemandirian, sehingga ketika menjalani tugas saya jalankan sesuai kemampuan saya, tidak menunggu orang lain. Namun seiring perkembangan anak, bertambahnya anak terkadang saya kewalahan juga. Sehingga mau tidak mau saya harus belajar mendelegasikan tugas.
Saya sangat terinspirasi oleh seorang wanita bernama Neni Utami Adiningsih. Beliau adalah seorang manajer domestik begitu beliau menyebut dirinya dalam kartu nama. Ketika saya baru belajar menjadi ibu saya banyak merenung. Langkah apa yang seharusnya saya ambil untuk melakukan yang terbaik bagi keluarga saya.
Saya adalah seorang manajer sehingga saya tidak mau direpotkan oleh penjemputan anak, tugas-tugas yang bisa dikerjakan oleh orang lain dan saya bisa mengerjakan hobi saya menjadi rupiah(hehe ..). jadi saat ini saya mendelegasikan tugas menjemput pada pa ojeg yang bisa dipercaya. Dan pekerjaan seperti setrika baju saya delegasikan juga pada orang lain karena saya juga sekarang punya pekerjaan yang harus saya lakukan bersama si kecil qiya.

Oleh karena itu tiga hal prioritas bagi saya adalah:
1.    Ibadah kepada Allah
Ibadah adalah kebutuhan kita. Dalam kondisi apapun ibadah harus menjadi prioritas saya. Ini adalah bekal bagi saya untuk bahagia di dunia dan akhirat kelak

2.    Memenuhi hak suami dan anak
Berbakti pada suami adalah kewajiban saya sebagai istri. Ridho Allah ada pada ridho suami, apapun yang saya lakukan harus  seizin suami.  Sinergi antara saya dan suami akan membuat keluarga bahagia.
Anak-anak adalah investasi kami sebagai orangtua. Sudah merupakan kewajiban bagi kami untuk bisa mendidik anak-anak menjadi bintang yang sholeh sehingga kelak akan membahagiakan kita dunia dan akhirat. Ketika anak berusia dibawah 7 tahun maka apapun yang kita lakukan harus sesuai dengan mereka. Jika mereka membutuhkan kita, kita harus ada. Pendidikan di tujuh tahun pertama sangat penting sehingga kita sebagai orangtua harus terus mendampingi tumbuh kembang mereka.

3.    Melakukan hobi saya
Saya suka menulis cerita anak, saya suka mendongeng, saya suka mengajar. Ketika saya punya waktu luang maka saya akan segera bergerak untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan passion saya. Ketika saya bersama anak, saya membacakan cerita saya juga sedang melakukan hobi membacakan cerita. Ketika anak anteng segera saya bergerak ke komputer dan mengetik.
Saat ini saya juga mengajar di TK, ya… di TK saya betul betul menyalurkan hobi saya bersama anak-anak; bercerita, menyanyi, bergerak bebas. Asyik? Yaa luar biasa, memberikan kebahagiaan tersendiri. Bagaimanapun kesalnya anak-anak bertingkah tapi tetap saya mengagumi mereka.

3 aktivitas yang tidak penting
1.    Menonton yang tidak berkualitas
2.    Mengobrol tidak jelas
3.    Melamun

Jadwal harian saya:
03.00  sholat+tilawah
04.00  shubuh
04. 15 siapkan sarapan dan bekal anak
            (jika anak ketiga bangun biasanya jadwal agak kacau)
06.00  menjemur baju
06.30  bersiap ke sekolah (mandiin ade, menyiapkan diri)
07.30  berangkat mengajar
11.00  pulang sekolah
11.30  istirahat, makan, sholat dhuhur
13.00  boboin ade qiya
            Beberes, nyapu, cuci piring,dll
14.30  fleksible time
15.00  ashar
            Fleksible time
18.00  maghrib
            Makan
            Mengaji
19.30  bercerita
            Boboin anak-anak
21.00  tidur
*fleksible time bisa digunakan untuk baca, menemani ade main,dll

Sabtu, 19 November 2016

Learn How to Learn #NHW5



NHW#5
Learn How To Learn
Bismillahirrohmaanirrohiim,
ema matrikulasi kali ini adalah Learn how to Learn, belajar bagaimana belajar.  Bagi saya belajar adalah sebuah kegiatan yang mengasyikan meski terkadang ada tantangannya juga. Petualangan belajar saya yang mulai mengesankan adalah ketika SD saya suka bahasa Inggris meski ketika itu di SD belum dipelajari. Ketika menonton film berbahasa inggris bagi saya sangat mengasyikan. Bahasanya terdengar indah bagi saya, sehingga mulailah saya mencari sumber bacaan berbahasa inggris. Ketika tidak tahu artinya maka saya akan bertanya atau melihat kamus. Ketika itu seorang guru berbahasa inggris mengatakan bahwa saya fasih mengucapkan kalimat berbahasa inggris. Wow .. sebuah pujian yang ketika itu saya tidak paham karena diucapkan dalam bahasa inggris, tapi ketika di terjemahkan dan tahu artinya hal itu memotivasi saya untuk terus belajar bahasa inggris. Hingga ketika SMA saya mulai menikmati lomba. English Contest yang terus saya ikuti hingga ketika di bangku kuliah saya meraih predikat juara.
Dari lomba itu saya mulai menikmati tampil di depan umum, hingga ketika kuliah saya sering menghadiri ta’lim, bergabung di Karisma-Salman, memunculkan sebuah cita-cita, sebuah impian bahwa kelak saya lah yang harus ada di depan berbicara di depan publik. Alhamdulillah … impian itu terwujud sekarang. Menikmati sebagai seorang public speaker, seorang storyteller yang menyampaikan ilmu kepada publik; para ibu dan anak-anak.
Proses belajar saya bervariasi, saya merasa bahwa kekuatan saya adalah auditori. Saya begitu suka hadir disebuah seminar, mendengarkan para ahli berbicara dan berbagi. Tapi saya juga visual dan kinestetik. Belajar yang paling menyenangkan buat saya adalah ketika saya bisa melibatkan five senses saya ketika belajar. Belajar sambil praktek adalah hal yang menyenangkan karena tidak monoton dan membuat semua indera kita bergerak.
Bagi saya menempuh pendidikan di bangku kuliah di jurusan Administrasi Niaga dibandingkan di sekolah pendidikan guru TK lebih menyenangkan di PGTK. Mengapa? Karena saya banyak praktek; bernyanyi, berkreatifitas, menari, bergerak dan bergerak menggunakan ekspresi, tangan, kaki kita. Kegiatan itu membuat saya semakin hidup, semakin berwarna warni.
Nah, sekarang ketiga anak saya punya gaya belajar berbeda. Aa Raz menurut tes psikotes adalah seorang visual. Yaa, dia memang suka menggambar. Tapi terkadang juga auditori. Anak kedua Riz auditori kinestetik. Memori kuat ketika ia mendengar murotal, sehingga dari sisi hapalan Riz lebih unggul. Tapi dia juga eksplorasinya kuat. Motorik kasarnya bagus sehingga ketika berhadapan dengan kesulitan ia mau berusaha sendiri, ia juga senang mengamati. Ia belajar banyak dari alam, karena basicly he loves nature. Si kecil Rez saat semua gaya belajar ia gunakan. Secara auditori ia sudah hapal Ar Rahman 1-20 di usia 3 tahun dari mendengar kami sekeluarga melafalkan Ar Rahman. Jadi program belajar utama dirumah sekarang adalah setiap saat memutar speaker qur’an agar anak-anak di manapun mereka berada selalu quran dalam hatinya. Qur’an sama hal nya dengan musik/lagu. Kalau dulu ketika saya belum tahu selalu memutar lagu, dan selalu terngiang ngiang kapanpun sekarang Qur’an lah yang harus menghiasi hati kami sekeluarga.
Wallahu ‘alam

Minggu, 13 November 2016

#NHW4 mendidik dengan fitrah

Mendidik anak dengan fitrah

Tugaa kali ini betul betul buat saya merenung. Bagaimana yaa pencapaian saya selama ini? Bagaimana dengan anak-anak saya. Apakah mereka sudah tumbuh sesuai fitrahnya?

Begitu banyak keinginan dan cita-cita yang diinginkan dari anak-anak. Tapi kembali lagi harus sadar diri, tidak memaksakan sesuatu yang tidak sesuai keinginan anak kita.

Diusia anak kesatu dan kedua fitrah keimanan sudah tumbuh dan terus dikawal. Anak anak juga masih berproses untuk menemukan minat dan bakatnya. Tugas saya mendukung mereka. Mencari apa yang sesuai dengan minat dan bakat mereka.

Sedangkan untuk saya pribadi peran yang ingin saya ambil adalah terus mendalami storyteller.
Misi hidup: menjadi inspirasi bagi ibu dan anak
Bidang: pendidikan ibu dan anak
Peran: sebagai storyteller, writer, trainer

Saat ini saya baru bisa beraktivitas lebih leluasa karena anak saya sudah 3 tahun. Masih banyak ilmu, yang belum saya dapat. Oleh karena itu saya ingin memaksimalkan kemampuan saya untuk bisa go Internasional. Saya harus bisa menguasai cerita cerita, bahasa inggris, dan produktif membuat buku di tahun depan. Saya juga ingin mendirikan lembaga pelatihan yang berkaitan dengan ilmu yang saya miliki. Oleh karena itu saya akan mendedikasikan 5 jam setiap harinya untuk itu.
Km 1-
Mempelajari cerita berbahasa inggris
Km 2
Mempelajari ilmu yang berkaitan dengan storytelling
Km 3
Menulis dan menulis
Km 4
Mengasah kemampuan manajerial

Sepertinya itu dulu yang bisa saya tuliskan. Harus di renungkan lagi siih sebetulnya.

Minggu, 06 November 2016

Membangun Peradaban Dari Rumah



#NHW3
Oleh Nia Kurniawati

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Home sweet home ....
Begitulah sebuah pepatah mengatakan tentang indahnya rumah. Rumah tempat beristirahat, rumah sebagai tempat bermulanya sebuah kebahagiaan bagi sebuah keluarga. Dari rumah pula dibangunnya peradaban sebuah bangsa.
Untuk membangun sebuah peradaban diperlukan struktur yang kuat. Tiang yang kokoh agar pondasi rumah peradaban kuat menyangga segala bentuk halangan dan rintangan yang akan menderanya.
Ayah dan ibu adalah tim yang akan memulai sebuah peradaban dari dalam rumah. Ayah dan ibu adalah teladan yang akan menjadi contoh terbentuknya generasi sholeh dan sholehah. Allah yang Maha Kuasa sudah menetapkan jodoh kita. Tentu saja Allah punya maksud mengapa saya dipertemukan dengan seorang yang kini menjadi ayah anak-anak saya.

30 hari Mencari Cinta

Yup, itulah judul sebuah naskah yang diajukan dan telah diterbitkan dalam sebuah buku. Sebuah pertemuan indah berujung pernikahan antara seorang Nia Kurniawati dan Dadan Ramadhan. Pertemuan yang sudah direncanakan oleh Allah melalui sebuah telepon salah nama berlanjut dengan email taaruf dan akhirnya menikah.
Saya dan suami mempunyai kesamaan di samping perbedaan. Dari portofolio yang dikirim via email, saya belajar mengenal seorang Dadan Ramadhan hingga akhirnya setelah berdoa dan ikhtiar memutuskan “Yes, I Will Marry you!”  

Bahagia? Absolutely yes ... sejak 5 Oktober 2003 saya resmi menjadi istri Dadan Ramadhan. Hingga kini 13 tahun sudah perjalanan cinta tumbuh semakin subur. Suami adalah guru kehidupan saya, dengannya saya belajar banyak. Dengannya saya belajar menjadi seorang ibu, menjadi seorang penulis, menjadi seorang pendongeng. Yaa .. potensi saya tumbuh karena suami yang sudah banyak mendukung saya untuk menjalani apa yang saya sukai.

Saya tahu potensi suami begitu pula dengan suami sangat paham dengan talent yang saya miliki. Kami saling support, terkadang kami membuat project bersama membuat training bareng. Pun ketika di rumah juga kami adalah tim, saling bahu membahu mendidik anak. Ketika saya harus mengisi acara atau belajar di luar maka suami saya bertugas di rumah membereskan rumah dan menjaga anak-anak. Begitu pula sebaliknya ketika suami pergi saya harus bisa handle pernak pernik rumah. Alhamdulillah ya Allah sudah memberikan suami yang multitalent, bukan saja beliau jago di depan mimbar, menghadapi banyak audiens, negosiasi dengan relasi, dan lainnya tapi beliau juga mampu berhadapan dengan cucian, anak rewel, dan lain-lainnya. Jadi, ketika saya pergi saya bisa tenang menitipkan ketiga anak laki-laki pada ayahnya.

Alhamdulillah hingga saat ini cinta kami terus bertambah dan bertambah, evaluasi selalu kami lakukan. Ketika saya khilaf suami mengingatkan, ketika suami khilaf saya pun mengingatkannya. Kelemahan suami tertutupi oleh kesabaran, kesantunan, dan kebaikannya selama ini. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan kasih sayangnya kepada kami sekeluarga. Aamiin.

Dulu, saya merasa saya bukanlah orang yang istimewa. Saya hanya anak biasa yang dari prestasi akademik biasa-biasa saja. Apalagi jika dibandingkan suami yang selalu meraih predikat siswa terbaik. Saya terkadang bertanya pada diri saya sendiri mengapa sih kok saya ga bisa seperti teman-teman saya ya, ranking 1, dapat hadiah dan lain-lainnya. Sementara saya untuk mendapat predikat juara kelas itu susahnya luar biasa. Sampai IPK saya pun pas di angka 3. Ditambah lagi ketika melamar kerja yang ketika mendapat pekerjaan tidak istimewa, gajinya kecil dan pekerjaannya buat saya tidak menyenangkan sehingga saya hanya bertahan 1,5 tahun saja bekerja pada orang lain.

Ternyata oh ... ternyata Allah punya rencana yang indah untuk saya. Saya dipertemukan dengan seseorang yang asyik, membuat saya nyaman dan membuat saya mengenal dunia yang sebelumnya tidak tebersit dalam ingatan. Ya, saya diperkenalkan dengan dunia kepenulisan sehingga bisa lahir puluhan karya yang kami kerjakan bersama. Ya, sejak menikah, saya dan suami adalah teamwork. Kami mengerjakan naskah hingga bisa membeli rumah. Suami juga sangat mendukung talent saya. Saya suka mendongeng, saya ingin jadi trainer. Dia support saya, perlahan tapi pasti saya disupport untuk belajar terus dan terus. Hingga di tahun 2011 penghargaan sebagai Perempuan Inspiratif saya dapat.

Subhanallah ya, rencana Allah itu indah. Saya dimotivasi untuk terus berkarya, saya didorong untuk terus berusaha menjadi inspirasi bagi orang lain. Saya dimotivasi untuk terus belajar dan berbagi bukan hanya dengan keluarga tapi juga dengan orang lain. Begitu banyak ibu yang tidak bisa mendongeng, mereka jadi tahu manfaat dan cara mendongeng. Betapa saya puas, betapa saya bahagia ketika saya bisa membuat seorang anak tersenyum. Betapa saya senang ketika seseorang menjadi bisa membuat anaknya tersenyum karena ibunya bisa mendongeng. Saya kira itulah me time saya, ketika saya bisa dengan bahagia berbagi ilmu untuk orang lain. Khairunnaasi `anfa'uhum linnaas, sebaik-baik manusia adalah yang bemanfaat bagi yang lainnya. 

“Oh, anaknya laki-laki semua, ya? Tambah lagi dong ....”

Begitulah komentar setiap orang ketika mengetahui semua anak saya laki-laki. Hehehe ...
Saya yakin ketika Allah memberikan saya tiga anak laki laki, bukan anak perempuan, Allah mempunyai maksud baik untuk saya. Mungkin saya punya kapabilitas untuk mendidik calon pemimpin bangsa, Aamiin.

Ya, itulah konsentrasi kami saat ini. Saya dan suami harus mendidik ketiga anak kami menjadi bintang di kehidupannya. Mendidik anak di zaman sekarang, sungguh tidak mudah. Meleng sedikit saja, maka anak kita akan asyik dengan mainannya sendiri. Sedini mungkin peran keluarga harus tertanam kuat pada diri mereka. Pendidikan karakter harus ditanamkan sejak dini, peran saya sebagai ibu harus ada ketika mereka butuh. Fitrah keimanan di tujuh tahun pertama kehidupannya harus tertanam kuat dalam hati. Sehingga ketika mereka memasuki tahap berikut mereka sudah siap dengan amanah berikutnya. Komunikasi produktif dengan anak harus terjalin dengan baik. Menjadi ibu ideal adalah impian saya sehingga saya bertanya kepada mereka maunya ibu seperti apa, sih? Dan apa jawaban mereka? Ibu yang suka menemani mereka ketika akan tidur, sesederhana itu keinginan anak-anak.

Seberapa besar manfaat saya buat lingkungan saya? Selain peran saya sebagai istri dan ibu, di lingkungan sekitar pun ada hal yang harus kita bagi dengan lingkungan sekitar saya. Ya … Allah mempunyai maksud mengapa saya ada di lingkungan komplek yang saya tempati. Terlibat aktif di lingkungan sekitar adalah salah satu cara untuk membuat diri saya lebih bermanfaat, begitu pula ketika ada kebutuhan mendirikan sekolah TK saya terpanggil untuk membentuk anak-anak di lingkungan sekitar saya, menjadi sholeh dan sholehah. Mudah menjalaninya? Tentu tidak. Ada tantangan yang harus saya hadapi. Saya berusaha sekuat tenaga agar saya menjadi bermanfaat untuk lingkungan namun tetap memprioritaskan keluarga saya. Karena walau bagaimanapun prioritas saya adalah keluarga, anak-anak saya yang harus saya didik yang harus didampingi sehingga mereka bisa tumbuh dengan optimal.

Menjalani kehidupan ini memang tidak mudah, setiap orang mempunyai tantangannya masing-masing. Ada yang diuji oleh suami, anak-anak, ataupun yang lainnya. Namun kita harus berusaha keras menjadi sebuah tim yang solid agar kelak bisa mewujudkan visi misi keluarga kita. Ketika tercapai, maka peradaban dari rumah akan terwujud sempurna. Wallaahu a’lam