#NHW3
Oleh
Nia Kurniawati
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Home
sweet home ....
Begitulah sebuah pepatah
mengatakan tentang indahnya rumah. Rumah tempat beristirahat, rumah sebagai
tempat bermulanya sebuah kebahagiaan bagi sebuah keluarga. Dari rumah pula
dibangunnya peradaban sebuah bangsa.
Untuk membangun sebuah
peradaban diperlukan struktur yang kuat. Tiang yang kokoh agar pondasi rumah
peradaban kuat menyangga segala bentuk halangan dan rintangan yang akan
menderanya.
Ayah dan ibu adalah tim yang
akan memulai sebuah peradaban dari dalam rumah. Ayah dan ibu adalah teladan
yang akan menjadi contoh terbentuknya generasi sholeh dan sholehah. Allah yang
Maha Kuasa sudah menetapkan jodoh kita. Tentu saja Allah punya maksud mengapa
saya dipertemukan dengan seorang yang kini menjadi ayah anak-anak saya.
30
hari Mencari Cinta
Yup, itulah judul sebuah
naskah yang diajukan dan telah diterbitkan dalam sebuah buku. Sebuah pertemuan
indah berujung pernikahan antara seorang Nia Kurniawati dan Dadan Ramadhan. Pertemuan
yang sudah direncanakan oleh Allah melalui sebuah telepon salah nama berlanjut dengan email taaruf dan
akhirnya menikah.
Saya dan suami mempunyai
kesamaan di samping perbedaan. Dari portofolio yang dikirim via email, saya belajar mengenal
seorang Dadan Ramadhan hingga akhirnya setelah berdoa dan ikhtiar memutuskan “Yes, I Will Marry you!”
Bahagia? Absolutely yes ...
sejak 5 Oktober 2003 saya resmi menjadi istri Dadan Ramadhan. Hingga kini 13
tahun sudah perjalanan cinta tumbuh semakin subur. Suami adalah guru kehidupan
saya, dengannya saya belajar banyak. Dengannya saya belajar menjadi seorang
ibu, menjadi seorang penulis, menjadi seorang pendongeng. Yaa .. potensi saya
tumbuh karena suami yang sudah banyak mendukung saya untuk menjalani apa yang
saya sukai.
Saya tahu potensi suami begitu pula dengan suami sangat paham dengan talent yang saya miliki. Kami saling support, terkadang kami membuat project bersama membuat training bareng. Pun ketika di rumah juga kami adalah tim, saling bahu membahu mendidik anak. Ketika saya harus mengisi acara atau belajar di luar maka suami saya bertugas di rumah membereskan rumah dan menjaga anak-anak. Begitu pula sebaliknya ketika suami pergi saya harus bisa handle pernak pernik rumah. Alhamdulillah ya Allah sudah memberikan suami yang multitalent, bukan saja beliau jago di depan mimbar, menghadapi banyak audiens, negosiasi dengan relasi, dan lainnya tapi beliau juga mampu berhadapan dengan cucian, anak rewel, dan lain-lainnya. Jadi, ketika saya pergi saya bisa tenang menitipkan ketiga anak laki-laki pada ayahnya.
Alhamdulillah hingga saat
ini cinta kami terus bertambah dan bertambah, evaluasi selalu kami lakukan. Ketika
saya khilaf suami mengingatkan, ketika suami khilaf saya pun mengingatkannya. Kelemahan
suami tertutupi oleh kesabaran, kesantunan, dan kebaikannya selama ini. Semoga Allah
senantiasa memberikan rahmat dan kasih sayangnya kepada kami sekeluarga. Aamiin.
Dulu, saya merasa saya
bukanlah orang yang istimewa. Saya hanya anak biasa yang dari prestasi akademik
biasa-biasa saja. Apalagi jika dibandingkan suami yang selalu meraih predikat
siswa terbaik. Saya terkadang bertanya pada diri saya sendiri mengapa sih kok saya ga bisa seperti teman-teman saya ya, ranking 1, dapat hadiah dan
lain-lainnya. Sementara saya untuk mendapat predikat juara kelas itu susahnya
luar biasa. Sampai IPK saya pun pas di angka 3. Ditambah lagi ketika melamar
kerja yang ketika mendapat pekerjaan tidak istimewa, gajinya kecil dan
pekerjaannya buat saya tidak menyenangkan sehingga saya hanya bertahan 1,5
tahun saja bekerja pada orang lain.
Ternyata oh ... ternyata
Allah punya rencana yang indah untuk saya. Saya dipertemukan dengan seseorang
yang asyik, membuat saya nyaman dan membuat saya mengenal dunia yang sebelumnya
tidak tebersit dalam ingatan. Ya, saya diperkenalkan dengan dunia kepenulisan
sehingga bisa lahir puluhan karya yang kami kerjakan bersama. Ya, sejak
menikah, saya dan suami adalah teamwork.
Kami mengerjakan naskah hingga bisa membeli rumah. Suami juga sangat mendukung
talent saya. Saya suka mendongeng, saya ingin jadi trainer. Dia support saya,
perlahan tapi pasti saya disupport untuk belajar terus dan terus. Hingga di tahun
2011 penghargaan sebagai Perempuan Inspiratif saya dapat.
Subhanallah ya, rencana
Allah itu indah. Saya dimotivasi untuk terus berkarya, saya didorong untuk terus
berusaha menjadi inspirasi bagi orang lain. Saya dimotivasi untuk terus belajar
dan berbagi bukan hanya dengan keluarga tapi juga dengan orang lain. Begitu banyak
ibu yang tidak bisa mendongeng, mereka jadi tahu manfaat dan cara mendongeng. Betapa
saya puas, betapa saya bahagia ketika saya bisa membuat seorang anak tersenyum.
Betapa saya senang ketika seseorang menjadi bisa membuat anaknya tersenyum karena
ibunya bisa mendongeng. Saya kira itulah me
time saya, ketika saya bisa dengan bahagia berbagi ilmu untuk orang lain. Khairunnaasi `anfa'uhum linnaas, sebaik-baik manusia adalah yang bemanfaat bagi yang lainnya.
“Oh, anaknya laki-laki semua, ya? Tambah lagi dong ....”
Begitulah komentar setiap orang ketika mengetahui semua anak saya laki-laki. Hehehe ...
Saya yakin ketika Allah
memberikan saya tiga anak laki laki, bukan anak perempuan, Allah mempunyai
maksud baik untuk saya. Mungkin saya punya kapabilitas untuk mendidik calon
pemimpin bangsa, Aamiin.
Ya, itulah konsentrasi kami saat ini. Saya dan suami harus mendidik ketiga anak kami menjadi bintang di kehidupannya. Mendidik anak di zaman sekarang, sungguh tidak mudah. Meleng sedikit saja, maka anak kita akan asyik dengan mainannya sendiri. Sedini mungkin peran keluarga harus tertanam kuat pada diri mereka. Pendidikan karakter harus ditanamkan sejak dini, peran saya sebagai ibu harus ada ketika mereka butuh. Fitrah keimanan di tujuh tahun pertama kehidupannya harus tertanam kuat dalam hati. Sehingga ketika mereka memasuki tahap berikut mereka sudah siap dengan amanah berikutnya. Komunikasi produktif dengan anak harus terjalin dengan baik. Menjadi ibu ideal adalah impian saya sehingga saya bertanya kepada mereka maunya ibu seperti apa, sih? Dan apa jawaban mereka? Ibu yang suka menemani mereka ketika akan tidur, sesederhana itu keinginan anak-anak.
Seberapa besar manfaat saya buat lingkungan saya? Selain peran saya sebagai istri dan ibu, di lingkungan sekitar pun ada hal yang harus kita bagi dengan lingkungan sekitar saya. Ya … Allah mempunyai maksud mengapa saya ada di lingkungan komplek yang saya tempati. Terlibat aktif di lingkungan sekitar adalah salah satu cara untuk membuat diri saya lebih bermanfaat, begitu pula ketika ada kebutuhan mendirikan sekolah TK saya terpanggil untuk membentuk anak-anak di lingkungan sekitar saya, menjadi sholeh dan sholehah. Mudah menjalaninya? Tentu tidak. Ada tantangan yang harus saya hadapi. Saya berusaha sekuat tenaga agar saya menjadi bermanfaat untuk lingkungan namun tetap memprioritaskan keluarga saya. Karena walau bagaimanapun prioritas saya adalah keluarga, anak-anak saya yang harus saya didik yang harus didampingi sehingga mereka bisa tumbuh dengan optimal.
Menjalani kehidupan ini
memang tidak mudah, setiap orang mempunyai tantangannya masing-masing. Ada yang
diuji oleh suami, anak-anak, ataupun yang lainnya. Namun kita harus berusaha
keras menjadi sebuah tim yang solid agar kelak bisa mewujudkan visi misi
keluarga kita. Ketika tercapai, maka peradaban dari rumah akan terwujud
sempurna. Wallaahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar