Minggu, 06 November 2016

Membangun Peradaban Dari Rumah



#NHW3
Oleh Nia Kurniawati

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Home sweet home ....
Begitulah sebuah pepatah mengatakan tentang indahnya rumah. Rumah tempat beristirahat, rumah sebagai tempat bermulanya sebuah kebahagiaan bagi sebuah keluarga. Dari rumah pula dibangunnya peradaban sebuah bangsa.
Untuk membangun sebuah peradaban diperlukan struktur yang kuat. Tiang yang kokoh agar pondasi rumah peradaban kuat menyangga segala bentuk halangan dan rintangan yang akan menderanya.
Ayah dan ibu adalah tim yang akan memulai sebuah peradaban dari dalam rumah. Ayah dan ibu adalah teladan yang akan menjadi contoh terbentuknya generasi sholeh dan sholehah. Allah yang Maha Kuasa sudah menetapkan jodoh kita. Tentu saja Allah punya maksud mengapa saya dipertemukan dengan seorang yang kini menjadi ayah anak-anak saya.

30 hari Mencari Cinta

Yup, itulah judul sebuah naskah yang diajukan dan telah diterbitkan dalam sebuah buku. Sebuah pertemuan indah berujung pernikahan antara seorang Nia Kurniawati dan Dadan Ramadhan. Pertemuan yang sudah direncanakan oleh Allah melalui sebuah telepon salah nama berlanjut dengan email taaruf dan akhirnya menikah.
Saya dan suami mempunyai kesamaan di samping perbedaan. Dari portofolio yang dikirim via email, saya belajar mengenal seorang Dadan Ramadhan hingga akhirnya setelah berdoa dan ikhtiar memutuskan “Yes, I Will Marry you!”  

Bahagia? Absolutely yes ... sejak 5 Oktober 2003 saya resmi menjadi istri Dadan Ramadhan. Hingga kini 13 tahun sudah perjalanan cinta tumbuh semakin subur. Suami adalah guru kehidupan saya, dengannya saya belajar banyak. Dengannya saya belajar menjadi seorang ibu, menjadi seorang penulis, menjadi seorang pendongeng. Yaa .. potensi saya tumbuh karena suami yang sudah banyak mendukung saya untuk menjalani apa yang saya sukai.

Saya tahu potensi suami begitu pula dengan suami sangat paham dengan talent yang saya miliki. Kami saling support, terkadang kami membuat project bersama membuat training bareng. Pun ketika di rumah juga kami adalah tim, saling bahu membahu mendidik anak. Ketika saya harus mengisi acara atau belajar di luar maka suami saya bertugas di rumah membereskan rumah dan menjaga anak-anak. Begitu pula sebaliknya ketika suami pergi saya harus bisa handle pernak pernik rumah. Alhamdulillah ya Allah sudah memberikan suami yang multitalent, bukan saja beliau jago di depan mimbar, menghadapi banyak audiens, negosiasi dengan relasi, dan lainnya tapi beliau juga mampu berhadapan dengan cucian, anak rewel, dan lain-lainnya. Jadi, ketika saya pergi saya bisa tenang menitipkan ketiga anak laki-laki pada ayahnya.

Alhamdulillah hingga saat ini cinta kami terus bertambah dan bertambah, evaluasi selalu kami lakukan. Ketika saya khilaf suami mengingatkan, ketika suami khilaf saya pun mengingatkannya. Kelemahan suami tertutupi oleh kesabaran, kesantunan, dan kebaikannya selama ini. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan kasih sayangnya kepada kami sekeluarga. Aamiin.

Dulu, saya merasa saya bukanlah orang yang istimewa. Saya hanya anak biasa yang dari prestasi akademik biasa-biasa saja. Apalagi jika dibandingkan suami yang selalu meraih predikat siswa terbaik. Saya terkadang bertanya pada diri saya sendiri mengapa sih kok saya ga bisa seperti teman-teman saya ya, ranking 1, dapat hadiah dan lain-lainnya. Sementara saya untuk mendapat predikat juara kelas itu susahnya luar biasa. Sampai IPK saya pun pas di angka 3. Ditambah lagi ketika melamar kerja yang ketika mendapat pekerjaan tidak istimewa, gajinya kecil dan pekerjaannya buat saya tidak menyenangkan sehingga saya hanya bertahan 1,5 tahun saja bekerja pada orang lain.

Ternyata oh ... ternyata Allah punya rencana yang indah untuk saya. Saya dipertemukan dengan seseorang yang asyik, membuat saya nyaman dan membuat saya mengenal dunia yang sebelumnya tidak tebersit dalam ingatan. Ya, saya diperkenalkan dengan dunia kepenulisan sehingga bisa lahir puluhan karya yang kami kerjakan bersama. Ya, sejak menikah, saya dan suami adalah teamwork. Kami mengerjakan naskah hingga bisa membeli rumah. Suami juga sangat mendukung talent saya. Saya suka mendongeng, saya ingin jadi trainer. Dia support saya, perlahan tapi pasti saya disupport untuk belajar terus dan terus. Hingga di tahun 2011 penghargaan sebagai Perempuan Inspiratif saya dapat.

Subhanallah ya, rencana Allah itu indah. Saya dimotivasi untuk terus berkarya, saya didorong untuk terus berusaha menjadi inspirasi bagi orang lain. Saya dimotivasi untuk terus belajar dan berbagi bukan hanya dengan keluarga tapi juga dengan orang lain. Begitu banyak ibu yang tidak bisa mendongeng, mereka jadi tahu manfaat dan cara mendongeng. Betapa saya puas, betapa saya bahagia ketika saya bisa membuat seorang anak tersenyum. Betapa saya senang ketika seseorang menjadi bisa membuat anaknya tersenyum karena ibunya bisa mendongeng. Saya kira itulah me time saya, ketika saya bisa dengan bahagia berbagi ilmu untuk orang lain. Khairunnaasi `anfa'uhum linnaas, sebaik-baik manusia adalah yang bemanfaat bagi yang lainnya. 

“Oh, anaknya laki-laki semua, ya? Tambah lagi dong ....”

Begitulah komentar setiap orang ketika mengetahui semua anak saya laki-laki. Hehehe ...
Saya yakin ketika Allah memberikan saya tiga anak laki laki, bukan anak perempuan, Allah mempunyai maksud baik untuk saya. Mungkin saya punya kapabilitas untuk mendidik calon pemimpin bangsa, Aamiin.

Ya, itulah konsentrasi kami saat ini. Saya dan suami harus mendidik ketiga anak kami menjadi bintang di kehidupannya. Mendidik anak di zaman sekarang, sungguh tidak mudah. Meleng sedikit saja, maka anak kita akan asyik dengan mainannya sendiri. Sedini mungkin peran keluarga harus tertanam kuat pada diri mereka. Pendidikan karakter harus ditanamkan sejak dini, peran saya sebagai ibu harus ada ketika mereka butuh. Fitrah keimanan di tujuh tahun pertama kehidupannya harus tertanam kuat dalam hati. Sehingga ketika mereka memasuki tahap berikut mereka sudah siap dengan amanah berikutnya. Komunikasi produktif dengan anak harus terjalin dengan baik. Menjadi ibu ideal adalah impian saya sehingga saya bertanya kepada mereka maunya ibu seperti apa, sih? Dan apa jawaban mereka? Ibu yang suka menemani mereka ketika akan tidur, sesederhana itu keinginan anak-anak.

Seberapa besar manfaat saya buat lingkungan saya? Selain peran saya sebagai istri dan ibu, di lingkungan sekitar pun ada hal yang harus kita bagi dengan lingkungan sekitar saya. Ya … Allah mempunyai maksud mengapa saya ada di lingkungan komplek yang saya tempati. Terlibat aktif di lingkungan sekitar adalah salah satu cara untuk membuat diri saya lebih bermanfaat, begitu pula ketika ada kebutuhan mendirikan sekolah TK saya terpanggil untuk membentuk anak-anak di lingkungan sekitar saya, menjadi sholeh dan sholehah. Mudah menjalaninya? Tentu tidak. Ada tantangan yang harus saya hadapi. Saya berusaha sekuat tenaga agar saya menjadi bermanfaat untuk lingkungan namun tetap memprioritaskan keluarga saya. Karena walau bagaimanapun prioritas saya adalah keluarga, anak-anak saya yang harus saya didik yang harus didampingi sehingga mereka bisa tumbuh dengan optimal.

Menjalani kehidupan ini memang tidak mudah, setiap orang mempunyai tantangannya masing-masing. Ada yang diuji oleh suami, anak-anak, ataupun yang lainnya. Namun kita harus berusaha keras menjadi sebuah tim yang solid agar kelak bisa mewujudkan visi misi keluarga kita. Ketika tercapai, maka peradaban dari rumah akan terwujud sempurna. Wallaahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar